Judul: Intau In Lipu’: Suara
Tersembunyi Orang-orang Pinggiran
Karya: Angga Daeng Pawero
Penerbit: Papringan Press, 2015
Harga: 35.000
Orang Desa yang menulis dan orang
Desa yang ditulis tentu merupakan dua hal yang berbeda. Orang Desa yang ditulis
artinya ia sebagai obyek. Sedangkan orang Desa menulis berarti ia berposisi
sebagai subyek (bahasa pesantrennya disebut (fa’il). Sebagai subyek, tentu ada pergeseran dari perspektif yang
dominan selama ini. Dalam kajian-kajian Poskolonial (Postcolonial Studies),
menulis identik dengan kerja imperium dan kolonisasi. Tapi, pada saat bersamaan
juga menulis adalah sebuah strategi melawan imperium dan kolonialisme.
Hal ini misalnya seperti yang dilakukan oleh W. Dunnieber, antropolog asal
Belanda yang menulis tentang Bolaang Mongondow. Dunnieber dalam bukunya “Sejarah
Raja-Raja Bolaang Mongondow” menjabarkan sejarah Bolaang Mongondow seperti
“fosil” yang hanya patut dimuseumkan. Dia tidak membahas Budaya Bolaang
Mongondow sebagai ruang gerak, ruang diskusi yang selalu dinamis. Seperti yang
akan di bahas nanti dalam buku ini.
Tapi, tentu ceritanya akan lain kalau
Orang Mongondow khususnya orang-orang pinggiran memposisikan dirinya sebagai
subyek yang menulis. Sebagai penulis sendiri, sebagai tuan dan majikan atas
dirinya sendiri. Ini jelas sebuah strategi, sebuah “keterputusan epistemologis”
dan revolusi paradigmatik yang jelas akan menjungkirbalikkan tesis-tesis modernis-liberal
selama ini tentang orang-orang pinggiran khususnya orang-orang Mongondow.
0 komentar:
Posting Komentar